HUKUM ASURANSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang
berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan
dalam perjanjian. Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu
bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya.
Jadi setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat
diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama
hidup atau selama jangka waktu tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.
Pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut
penanggung dan tertanggung. Penanggung dengan menerima premi memberikan
pembayaran, tanpa menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmatnya.
B. Sejarah Asuransi
Diharapkan dengan mengawali pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dengan
lebih mudah karena akan lebih menghayati atau menjiwai tentang latar belakang
dan asal usulnya. Dari penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan
manusia, sejak zaman sebelum masehi ditemukan riwayat asal usul sampai
perkembangan asuransi seperti sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi
tentu belum berbentuk seperti sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar.
Manusia pada umumnya mempunyai naluri selalu berusaha menyelamatkan jiwanya
dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kekurangan makan/pangan.
Salah satu riwayat mengenai masalah ini tercantum pada Al-Qur’an Surat
Yusuf ayat 43 – 49 dan Kitab Injil Perjanjian Lama Genesis 41. Diriwayatkan
tentang salah seorang Raja di Negeri Mesir yang bermimpi melihat tujuh ekor
sapi yang kurus-kurus masingrmasing menelan seekor sapi yang gemuk. Dalam
mimpinya yang kedua Raja melihat tujuh butir gandum yang kosong. Nabi Yusuf
A.S. diminta menafsirkan mimpi tersebut dan menerangkan bahwa negara Mesir akan
mengalami tujuh tahun berturut-turut panen gandum yang subur dan kemudian tujuh
tahun berikutnya berturut-turut akan mengalami masa paceklik. Selanjutnya
NabiYusuf AS. memberi saran agar pada saat panen yang melimpah itu sebagian
panen dicadangkan untuk masa paceklik yang akan datang.
Selain itu sebuah buku kuno dari India yang dinami “Rig Veda” yang ditulis
dalam bahasa Sansekerta menyebutkan riwayat tentang “Yoga Kshema” yang berarti
pertanggungan. Riwayat di atas adalah sebagai bukti bahwa manusia senantiasa
memikirkan dan mempersiapkan kehidupan masa depannya.
Sekitar tahun 2250 SM bangsa Babylonia hidup di daerah lembah sungai
Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah Irak), pada waktu itu apabila
seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk mengoperasikan kapalnya atau
melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam uang dari seorang saudagar
(Kreditur) dengan menggunakan kapalnya sebagai jaminan dengan perjanjian bahwa
si Pemilik kapal dibebaskan dari pembayaran hutangnya apabila kapal tersebut
selamat sampai tujuan, di samping sejumlah uang sebagai imbalan atas risiko
yang telah dipikul oleh pemberi pinjaman. Tambahan biaya ini dapat dianggap
sama dengan “uang premi” yang dikenal pada asuransi sekarang. Di samping kapal
yang dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai sebagai jaminan berupa
barang-barang muatan (Cargo). Transaksi seperti ini disebut “RESPONDENT/A
CONTRACT”.
C. Sejarah Asuransi Di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara
kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri
kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan
perdagangan di negeri jajahannya.
Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak
diperlukan. Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia dapat dibagi
dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman
sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala
tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat
sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda
pada zaman penjajahan itu adalah :
1.
Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
2.
Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi
yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan
asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan
kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan
peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat
pribumi.
Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu
masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan
pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena
jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa
Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya
perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II
kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena
ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asuransi Jiwa
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih
lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2
(dua) jenis asuransi, yaitu:
a. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahul dan rumusan:
“untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung jawab
hukuin kepada pihak ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh terlanggung”.
b. Ansuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan
asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan:
“untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan pada
jenis asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 di persempit hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka urusannya
adalah:
“Asuransi jiwa adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan
mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang diasuransikan.”
Definisi inilah yang akan dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa
selanjutnya.
Sebelum berlakunya Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam
Ordonantie op het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun
1941). Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf Ordonansi tersebut:
“Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot het doon van
geldelijke uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of
den dood van den menschs.Overeenkomsten van herverzekering daaronder
begrepen, met dien verstande, dat overeenkomsten van ongevallenverzokerinq
niet als overeenkomsten van levensverzekerinq worden berschouwd”.
Terjemahnnnya.
“Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang
karena telah diterimanya premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang,
rensuransi termasuk di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk
dalam asuransi jiwa”.
Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya
undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan
tidak berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan ‘undang-undang ini’ adalah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas
asuransi jiwa berdasarkari Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi, dan
pengertian asuransi jiwa sudah tercakup dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2
Undang-Undang Tahun 1992.
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi
(tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan
resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat
dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu
peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence
& Uncertainty of Loss). Misalnya :
1.
Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai akibat
sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.
2.
Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena
pencurian.
3.
Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
4.
Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
1.
Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu
pihak.
2.
Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan
pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak
tenaga, waktu dan biaya.
3.
Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau
perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya
(resiko) ke perusahaan asuransi
4.
Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang
jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang
timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
5.
Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan
jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
6.
Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan
dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk
asuransi jiwa.
7.
Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302.
pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7(tujuh) pasa. Akan tetapi tidak
1 (satu) pasalpun yang memuat rumusan definisi asuransi jiwa. Dengan demikian
sudah tepat jlka definisi asuransi dalam Pasat 1 angka (1) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1992 dijadikan titik totak pembahasan dan ini ada hubungannya dengan
ketentuan Pasal 302 dan Pasal 303 KUHD yang membolehkan orang mengasuransikan
jiwanya.
Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD:
“Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang
berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan
dalam perjanjian”.
Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan:
“Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa
diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya”.
Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang dapat
mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu
tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.
Sehubungan dengan uraian pasal-pasal perundang-undangan di atas,
Purwosutjipto memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan
definisi:
“Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup
(pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil)
asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggunganmembayar uang premi
kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dan
meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu
jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah
uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi
sebagai penikmatnya”.
Dalam rumusan definisinya, Purwosutjipto menggunakan istilah “penutup
(pengambil) asuransi dan penangung.
Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Pasal
angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan
bahwa pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut
penanggung dan tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya penutup
(pengambil) asuransi dan penanggung.
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “penanggung
dengan menerima premi memberikan pembayaran”, tanpa menyebutkan kepada orang
yang ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar l orang
yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. Kesannya
hanya untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang berjangka
waktu tertentu.
2.2 Polis Asuransi jiwa
1. Bentuk dan isi Polis
Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus diadakan
secara tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal
304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat:
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi
sama sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
a. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal
ini penting untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat
diketahui pula sejak hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib
membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila
jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah
uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam
praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang
berhak menerima sejumlah uang tertentu dan penanggung karena ditunjuk oleh
tertanggung atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat
berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan.
Jiwa tanpa badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa
bagi asuransi Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak
berwujud, yang hanya dapat dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya
badan itu mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak
tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus
dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya
diasuransikan itu berlainan.
d. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku
asuransi. artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung,
misalnya mulai tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 00, apabila
dalam jangka waktu itu terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar
santunan kepada tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat
(beneficiary).
2. Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat
diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung
kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada
tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi
evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syarat-syarat
asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan
penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas
keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.
3. Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung
kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama
asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah
asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi.
4. Penanggung, Tertanggung,
Penikmat
Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung
dan tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai
imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang
menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian.
Dalam asuransi jiwa, jika terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung
wajib membayar uang santunan, atau jika berakhirnya jangka waktu usuransi
tanpu terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang
pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa
yang memberikan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup
atau matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan
badan hukum milik swasta atau badan hukum milik negara.
Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus
dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third
party interest theory), dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan
itu disebut penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk oieh
tentanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya penikmat ini apabila terjadi
evenemen meninggalnya tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal
itu tidak mungkin dapat menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau
ahli waris tertanggunglah sebagai yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi,
bagaimana halnya jika asuransi itu berakhir tanpa terjadi evenemen meninggalnya
tertanggung?. Dalam hal ini tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai
penikmat karena dia sendiri masih hidup dan berhak menikmati pengembalian
sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung.
Apabila tertanggung bukan penikmat, maka hal ini dapat disamakan dengan
asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga. Penikmat selaku pihak ketiga
tidak mempunyai kewajiban membayar premi terhadap penanggung. Asuransi diadakan
untuk kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung jawabnya. Apabila tertanggung
mengasuransikan jiwanya sendiri, maka tentanggung sendiri berkedudukan sebagai
penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Dalam hal ini
tertanggung adalah pihak dalam asuransi dan sekaligus penikmat yang
berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa untuk kepentingan
pihak ketiga (penikmat) harus dicantumkan dalam polis.
2.3 Evenemen Dan Santunan
1. Evenemen dalam Asuransi Jiwa
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan
keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan
asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan
Pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung. Mengapa tidak ada
keharusan mencantumkan bahnya yang menjadi beban penanggung dalam polis
asuransi jiwa?. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan hahaya adalah
meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu
merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami
kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorangtidak dapat dipastikan.
lnilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya
seseorang sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi
jiwa. Karena evenemen ini hanya 1 (satu), maka tidak perlu di cantumkan dalam
polis. Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang
yang jiwanya diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam
asuransi jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu
meninggalnya itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan
benar-benar tidak terjadi sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya
menjadi beban penanggung.
2. Uang Santunan dan Pengembalian
Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung
kepada penikmat dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan
yang tercantum dalam polis. Penikmat yang di maksud adalah orang yang ditunjuk
oleh tertanggung atau orang yang menjadi ahli warisnya sebagai yang berhak
menerima dan menikmati santunan sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung.
Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya
tertanqgung dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa
tidak terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai
pihak dalam asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan
penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini
terdapat perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila
asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung,
sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap
sebagai tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.
2.4 Asuransi Jiwa Berakhir
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung
adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi
jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang
diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung
berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh
tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran
uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan
sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut hukum perjanjian,
suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi
masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian,
maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai
akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir
sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu
terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu
berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko
penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung
akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu
asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir
sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah
uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD:
“Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi
ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung
tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”,
Kata-kata bagian akhir pasal ini “kecuali jika diperjanjiknn lain”
memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan
pasal ini, misalnya asuransi yang diadakan untuktetap dinyalakan sah asalkan
tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia
asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena
penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak
untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk
kepentingan pihak ketiga.
Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan:
“Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman
mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto,
penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa
ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan prestasinya
dalam hal ada peristiwa bunuh diri dan badan tertanggung asalkan peristiwa itu
terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak diadakan asuransi.
Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih supel lagi.
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu
berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak
melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan
tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai
dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila
pembatalan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila
pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara
bulanan), bagaimana cara penyelesaiannya? Karena asuransi jiwa didasarkan pada
perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak
yang dicantumkan dalam polis.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
1. Memberikan jaminan
perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
2. Meningkatkan
efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan
biaya.
3. Transfer Resiko;
Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat
memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan
asuransi
4. Pemerataan biaya,
yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak
perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak
tentu dan tidak pasti.
5. Dasar bagi pihak bank
untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan
yang diberikan oleh peminjam uang.
6. Sebagai tabungan,
karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah
yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
7. Menutup Loss of
Earning Power seseorang atau badan usaha .
B. Menurut ketentuan pasal 304 KUHD,
polis asuransi jiwa memuat:
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi.
C. Jaminan Standar Asuransi Kebakaran
1. Kebakaran : Kebakaran yang
ditimbulkan oleh api sendiri, akibat kurang hati-hati kesalahanpelayan sendiri, tetangga,
perampok, ataupun sebab lainnya.
2. Petir : Kerusakan dan/atau
kerugian terhadap harta benda yang dipertanggungjawabkan akibat tersambar
petir.
3. Peledakan : Segala macam
ledakan terkecuali ledakan yang ditimbulkan atau disebabkan oleh tenaga nuklir
4. Kejatuhan pesawat terbang :
Kerusakan dan/atau kerugian atas harta benda yang dipertanggungkan akibat
Kejatuhan Pesawat Terbang atu Benda-benda yang jatuh dari Pesawat Terbang.
SARAN
Diharapkan dengan pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dan juga tentang
macam macam Asuransi lainnya akan lebih mudah untuk kita lebih memahami,
menghayati atau menjiwai tentang latar belakang dan asal usulnya. Dari
penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia, sejak zaman sebelum
masehi ditemukan riwayat asal usul sampai perkembangan asuransi seperti
sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi tentu belum berbentuk seperti
sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar.
Terkait:
makalah tentang hukum asuransi
Makalah hukum asuransi di indonesia
Hukum Asuransi
Tentang hukum asuransi
0 komentar:
Posting Komentar